Rabu, 01 Januari 2014

SURAT-SURAT HUJAN



Apakah hujan ini pertanda tangisan langit?

Hujan selalu meninggalkan sisa air mata, yang pada akhirnya selalu dibiarkan mengering dengan sendirinya.

Perempuan itu mengetupkan matanya. Merasakan betapa hujan senantiasa hinggap sebagai gigil di dada. Di tangannya sepucuk surat rindu tak pernah habis terbaca. Apakah, apakah yang lebih luka dari penantian sia-sia?


Betapa pun mengertinya ia akan arti kesia-siaan, namun tak pernah lelah ia menanti hujan yang tak kunjung reda, berharap ada sepucuk surat baru yang hadir. Adakah kabar baru dari pangeran yang selalu dinantikannya ?

Sebab surat hanyalah tentang tinta dan kata-kata. Ia mengutuk matanya agar tak bisa membaca. Di luar itu,  hujan menderas di antara lilan-lilan. Hablur di kaca jendela.

Perempuan itu sudah dibekukan oleh harapan-harapan. Adakah sisa kehangatan di tengah dinginnya tetes hujan ?

Maka dari itu ia memilih memasrahkan dirinya; di depan jendela yang gigil dan sunyi. Hingga hari sudah tak mampu dihitung jari.

Kolaborasi puisi bersama Kurnia Hidayati.

2 komentar:

  1. Keren kak, saya jadi ngefans sama puisinya :))

    BalasHapus
    Balasan
    1. Terima kasih. Saya masih dalam tahap belajar kok :)

      Hapus