Selasa, 17 Desember 2013

PERJALANAN



Diam – diam aku bersembunyi di balik jendela kamarku. Malu – malu menyapa mentari yang mulai menampakkan diri. Menikmati hangatnya sinar, yang perlahan berubah menjadi terik yang menyengat. Lantas aku menanti kapan mentari akan tenggelam, membawa pergi panasnya yang menyiksa. Hidupku beku, hanya dipenuhi oleh penantian – penantian yang tak kunjung melebur.


Januari. Aku mulai lelah berada di persembunyianku. Aku ingin berhenti, namun kakiku masih terus melangkah. Hingga ada jejak-jejak baru yang kutinggalkan.

Februari. Angin mulai geram, menghempaskan segala asa yang hanya menimbulkan tanya. Mencampakkan segala harapan yang hanya menjadi angan-angan.

Maret. Aku memberanikan diri untuk melangkah pergi. Meninggalkan cerita – cerita lalu yang telah tercipta. Membiarkan semua impian terpendam. Mati.

April. Ada sentuhan lembut yang menarikku untuk kembali. Membukakan pintu yang sama, yang dulu pernah kututup dengan paksa. Membimbing jalanku supaya aku tak salah arah.

Mei. Aku ingin mati rasa. Mematikan segala rindu yang berusaha menyelinap masuk. Lagi-lagi jemari yang sama mendekap semua rindu yang semakin menggebu – gebu.

Juni. Aku dibuatnya terbang melayang. Merasakan indahnya musim gugur. Bunga – bunga yang layu pun mulai digantikan dengan bunga – bunga baru yang lebih elok.

Juli. Banyak angan yang mulai berkeliaran. Berjalan sesuka hati, mengunjungi setiap sudut yang menarik. Angan yang mulai berkembang menjadi harapan akan masa depan.

Agustus. Tangan yang dengan kuat merengkuhku, tiba – tiba genggamannya melemah, melepaskanku perlahan, kemudian mendorongku dengan hati-hati. Aku tersungkur, menyisakan luka – luka, yang aku sendiri tak tahu kapan akan mengering.
September. Luka – luka yang mulai mengering, tak sengaja tergores pisau yang sangat tajam. Pisau yang mungkin baru saja kau asah. Darahku pun bercucuran, lebih sakit dari luka sebelumnya.

Oktober. Aku menatap kosong. Tak ada lagi warna, yang ada hanyalah abu-abu, kemudian perlahan berubah menjadi hitam. Gelap. Aku terpejam.

November. Ada sosok yang memaksa untuk membuka mataku. Mulai kulihat warna – warna baru. Hidupku menjadi penuh warna. Ceria.

Desember. Aku memutuskan untuk menanti, aku bukan memilih. Menanti uluran tangan Tuhan yang akan menuntunku menuju jalan yang baik menurut-Nya. Biarkan harapan-harapan baru mulai tumbuh subur.

Diam – diam pula aku akan melangkah pergi. Meninggalkan perih yang semakin hari semakin menyiksaku. Biarkan aku bercengkerama bersama mimpi – mimpiku.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar