Rabu, 04 Desember 2013

AKU (TAKUT) JATUH


Terima kasih telah membawaku terbang tinggi. Aku nyaman saat bersamamu, hingga aku tak sadar bahwa aku bisa sampai ke tempat setinggi ini. Aku memejamkan mata, menikmati kedamaian senyum yang kutemui dalam pejaman mataku. Satu hal yang aku tahu, ketika terpejam pun aku masih bisa melihat senyumnya, itu berarti aku merasa nyaman bersamanya.

Apa yang kalian pikirkan ketika kalian berada di posisi tertinggi ? Takut jatuh ? Sama, aku juga takut terjatuh. Aku tahu dari tempat setinggi ini, jika jatuh pasti rasanya sangat sakit. Tolong jangan tinggalkan aku di sini, aku tak tahu bagaimana caranya turun perlahan supaya tak terjatuh. Atau mungkin kau ingin kukejar, lalu aku terjatuh, seperti di cerita-cerita FTV yang sering kutonton.

Kau tahu, aku takut ketinggian. Lantas mengapa kau bawa aku terbang ke tempat setinggi ini ? Sungguh, aku takut terjatuh lagi. Seharusnya kau tak membawaku ke tempat setinggi ini. Bawa saja aku ke padang ilalang. Sederhana, sesederhana perasaan yang kuharap. Apabila aku terjatuh di sana, setidaknya tidak terlalu sakit.

Ah malam ini aku meracau sendiri, bercerita pada dinding kamar, bercengkrama dengan pena, dan aku tahu langit-langit kamar masih tersenyum menjagaku. Baiklah sepertinya tak ada yang merasa terganggu. Aku tak sedang mengigau, aku benar-benar tersadar ketika menuliskan semua ini. Hanya saja, mungkin sebagian jiwaku yang lain ingin mati rasa.

Maaf aku membawamu terlalu jauh ke dalam hidupku. Maaf aku telah membiarkan perasaanmu semakin tumbuh subur. Maaf perasaanku tak sebesar perasaanmu. Hanya kata maaf yang mampu terucap, karena aku tak ingin ada yang menyakiti ataupun tersakiti.

Kau katakan aku munafik, bahkan diriku sendiri menganggap aku terlalu naif. Aku terlalu takut melangkah, aku masih terlalu nyaman berada di sini. Singgasana mungil yang sejak lama kunantikan, aku bebas melakukan apa saja di sini. Jika kau sudah lelah menungguku, silakan kau boleh pergi. Aku menyediakan pintu untuk kau bisa masuk, tentu saja aku juga menyediakan pintu untuk kau bisa keluar. 

Jika dalam penantian kau merasa bosan, maka silakan lambaikan tangan. Jika dalam waktumu menunggu kau merasa jenuh, maka silakan menjauh. Jika dalam waktumu bertahan kau benar-benar merasa lelah, maka pergilah.

Tak bisa kupungkiri, aku takut kehilangan dirimu, kenyamanan lain yang sudah kutemukan. Namun aku sadar, aku tak bisa menggenggamnya, aku hanya mampu menjaganya dari jauh. Menikmati jarak yang tercipta, meniti setiap inci keterpisahan yang semakin hari semakin membesar angkanya. Kau ibarat rumah mewah dimana aku nyaman berada di sana, tapi aku tak ingin memilikinya.


Terima kasih telah membuat hariku menjadi berwarna. Banyak kata yang mampu kuucap. Tapi hatiku tak mau kuajak bercengkerama dengan hatimu. Mungkin suatu hari nanti, jika ia sudah siap, akan kuajak berkunjung ke singgasana hatimu. Aku tahu ada tempat nyaman di sana, yang saat ini belum ingin kumiliki. Biarlah suatu hari nanti Tuhan yang akan menyatukan kita, tanpa ada kata berpisah lagi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar