Rabu, 23 Agustus 2017

Kepercayaan yang diruntuhkan

Teruntuk kamu yang selalu punya cara untuk membuatku menangis. Entah menangis bahagia atau menangis karena terluka.

Wahai calon suamiku. Taukah engkau, di sini aku selalu menjaga pandangan, menjaga jarak dengan laki-laki lain yang bukan mahramku. Karena kuingin kelak cinta ini tulus untukmu.

Wahai calon suamiku. Taukah engkau, di setiap doaku selalu kusebut namamu. Meski kita jarang berjumpa, tapi dalam mimpi aku sering melihatmu. Doa-doa untukmu tak pernah lelah kupanjatkan.

Wahai calon suamiku. Taukah engkau, aku lelah di sini. Rasa sabarku sudah hampir habis. Ketakutanku semakin besar. Tapi kenapa kepercayaanku kau hancurkan, kau sendiri yang membuatnya luntur di kala hati berusaha untuk menguatkan diri.

Wahai calon suamiku. Haruskah semua perih kulewati sendiri? Sakit raga ini bisa selalu kusembunyikan. Tapi sakit hati ini mebuat raga tak berdaya. Otak serasa lambat berpikir.

Entahlah aku merasa seperti bukan siapa-siapa bagimu.

Minggu, 13 Agustus 2017

Teruntuk ibu dari suamiku kelak

Image result for teruntuk ibu dari suamiku kelak


Deretan kata ini kurangkai teruntuk ibundaku, ibu dari suamiku di masa depan.

Ibu, sebelumnya aku mau meminta maaf karena sudah terlalu mencintai anak lelakimu. Aku tidak pernah bermaksud mencuri perhatian yg diberikannya untukmu. Aku tak pernah bermaksud membagi cintanya padamu untuk membalas cintaku. Tidak bu, tidak. Rasa cinta yang ia berikan untukku berada pada bagian hatinya yg lain, ia berada di bawah ruang rasa cinta untukmu.

Ibu, terima kasih sudah membesarkan pria yg akan menjadi imamku. Terima kasih sudah mendidiknya, sehingga ia menjadi laki-laki yang cerdas. Laki-laki yg penyabar dan jarang marah. Laki-laki yang aku yakin akan selalu berusaha membing istri dan anak-anaknya nanti.

Ibu, jika kelak aku menjadi istrinya, aku bukan meminta anak lelakimu bu. Aku hanya akan menambah kasih sayang padanya selain ibu. Aku akan menyiapkan makan untuknya, aku akan menyiapkan baju kerjanya, aku akan merapikan tempat tidurnya. Aku janji bu, aku akan memperhatikannya seperti ibu yang sudah memperhatikan dengan sangat baik.

Ibu, kami akan menambah keramaian pada anggota kaluarga ibu dengan hadirnya cucu cucu lucu penerus anak lelakimu bu. Aku yakin pasti ibu rindu rasanya menggendong bayi, nanti ibu akan segera merasakan itu bu.

Ibu, tapi jika kini engkau belum rela anak lelakimu meminangku aku tak pernah memaksa bu. Aku di sini hanya menunggu jodoh terbaik yang Allah berikan untukku. Mungkin kini aku harus mulai menjauh bu, aku kembalikan seutuhnya anak ibu. Aku tak pernah meminta apapun darinya bu. Maafkan wanita yg terlalu mencintai anakmu bu. Semoga jika sudah waktunya tiba kami dipertemukan kembali dengan ridho ibu seutuhnya.

Rabu, 15 Maret 2017

MALAM


Malam
Aku seperti berjalan di tengah lampu temaram.
Tak ada cahaya yang ada hanyalah awam
Aku seperti terluka, meraung-raung kesakitan karena lebam
Tak ada pelukan yang ada hanyalah suram

Selasa, 29 Maret 2016

RACUN RINDU




“Rindu barangkali semacam racun yang kita racik dari kesendirian kita yang sunyi, dari tempat yang jauh, dari hilangnya kesempatan untuk melihat senyum seseorang yang kita sayangi, dari pelukan yang lepas, dari ruang-ruang kosong di antara jari-jemari, dari sebuah pesan yang terlambat masuk ke ponsel, dari percakapan yang tergesa-gesa, dari apa pun yang membuat kita nelangsa.” (Jodoh, Fahd Pahdepie)

Sampai kapan?





Aku lelah melangkah sendiri. Kuku jemariku mulai berdarah, perih. Begitu banyak pasir berhamburan menerpa wajah. Panas kering yang kurasa. Tak ada suara langkah yang mengiringi. Bahkan aliran air pun sudah tak terdengar lagi di sini. Kosong, kering, terlalu sepi. Adakah jemari yang bisa kugenggam? Di sela jemariku telah kusediakan ruang, namun kau tak kunjung hadir mengisi. 

Kamis, 31 Desember 2015

BIARLAH SEMUA TANYA SEGERA BERTEMU PADA TAKDIRNYA



Ada banyak tanya yang seringkali hadir. Dalam hening malam, ada banyak tanya yang menggantung pada langit-langit kamar, tanpa aku bisa menjawabnya. Bersama keteduhan senja, ada tanya yang ikut merona, malu-malu hadir karena sang pemilik tanya belum tahu apa jawabnya. Bahkan di tengah keramaian, ada tanya yang merenggut sebagian kebahagiaan, dan lagi-lagi aku hanya mampu tersipu.

Selasa, 27 Oktober 2015

BIARKAN AKU MENANGIS



Biarkan aku menangis, aku hanya butuh jemarimu untuk mengusapnya. Biarkan aku menyendiri, tapi jangan tinggalkan aku. Temani aku dalam diammu, sebut aku dalam setiap doamu.

Aku semakin takut dengan perasaan ini, karena semakin hari perasaan ini semakin berkembang. Entah ada berapa tetes air mata yang mengalir. Perasaan ini masih sama, aku begitu menyayangimu,